Gocekan A la Pemerintah Zaman Now


Beberapa hari lalu aku menonton pertandingan sepakbola di televisi antara Mitra Kukar melawan Borneo FC. Dalam olahraga sepakbola tentunya kita sering mendengar istilah “Gocek” di setiap pertandingannya. Dalam pertandingan sore itu kala Borneo FC bertandang ke Kutai Kartanegara, dari total empat gol oleh Borneo FC, tanpa balas dari tuan rumah ada satu gol yang menurutku sangat luar biasa, karena gol itu tercipta dengan cara melewati pemain belakang dan menggocek kiper tim Mitra Kukar.
Jika kita melihat kondisi hari ini, istilah “gocek” tidak hanya digunakan dalam sepakbola saja. Bahasa kids zaman now—anak zaman sekarang—pun sudah menggunakan istilah “gocek” dalam bahasa sehari-harinya. Tidak berbeda jauh pengertiannya dengan istilah gocek pada sepak bola, hanya saja jika dalam bahasa kids zaman now “gocek” memiliki arti kelebihan mengelabui lawan bicaranya. Selain olahraga sepakbola dan kids zaman now yang sering menggunakan istilah “gocek” dalam kesehariannya, hari inipun pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla tidak jarang mengejawantahkan praktik-praktik gocek dalam menjalankan roda pemerintahan.



Jika melihat data diatas, ada pertanyaan mendasar dalam kepalaku yang kosong ini. yang menjadi pertanyaanku adalah apa sebenarnya yang sedang dibutuhkan oleh Indonesia hari ini? sebelum coba aku jawab, aku akan mencoba membahas kenapa APBN 2017 dan RAPBN 2018 alokasinya paling besar pada Kementerian Pertahanan dan Kementerian PUPR saja.
Aku akan mulai membahas dengan beberapa pertanyaan.
Pertama, apakah hari ini masyarakat Indonesia membutuhkan pemerataan infrastruktur? Tidak! Karena, pemerataan infrastruktur yang diusung oleh pemerintahan Jokowi-JK ini akan berdampak kepada lahan-lahan produktif masyarakat. Seperti halnya penggusuran dimana-mana sejak awal Jokowi-JK memimpin, sehingga membuat petani kehilangan matapencahariannya. Jika coba kita kaji secara kritis sebenarnya yang diuntungkan oleh program ini adalah pemodal. Karena, pembangunan infrastruktur yang hari ini sedang dijalankan itu berkat peminjaman modal oleh asing dengan segala syarat yang menguntungkan pihak asing, seperti contohnya dibukanya keran investasi sebesar-besarnya untuk pemodal tersebut.
Kedua, apakah hari ini Indonesia sedang menghadapi peperangan? dengan tegas aku akan menjawab tidak! Kemudian, kenapa kementerian ini mendapat suntingan dana terbesar pada APBN 2017? Menurutku, kementerian ini menjadi tameng kementerian PUPR. Dibuktikan dengan kebijakan yang belum lama ini disahkan oleh DPR terkait undang-undang organisasi masyarakat. Yang beberapa poinnya mengatur organisasi masyarakat yang tidak sejalan—menurut pemerintah—dapat dibubarkan tanpa proses pengadilan. Dan ini juga berdampak kepada organisasi-organisasi tani yang melakukan aksi menuntut pemerintah karena lahan produktifnya digusur demi kepentingan negara katanya. aksi-aksi tersebut juga dianggap oleh pemerintah sebagai pengganggu kepentingan negara, dan dengan disahkannya undang-undang ini aparatur represif –militer—dapat membubarkan secara bar-bar aksi-aksi tersebut.
Lalu, apa sebenarnya yang dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia?
Pendidikan menurutku. Karena, banyak kawanku di Untirta juga yang tidak dapat melanjutkan pendidikannya karena faktor ekonomi. Jika kita berandai Pendidikan yang menjadi prioritas pemerintah, tidak akan ada lagi anak-anak di Indonesia ini yang putus sekolah. Jadi, yang seharusnya diusung oleh pemerintah adalah pemerataan pendidikan. Bukan lagi infrastruktur dan pertahanan yang jauh sekali dari kebutuhan masyarakat Indonesia.
Dengan dalih pemerataan pembangunan dan ketertiban negara, hari ini masyarakat DIGOCEK oleh pemerintah. Karena sebenarnya masyarakat tidak butuh infrastruktur, karena pendidikan yang seharusnya diprioritaskan.
Kembali lagi kita membahas gocekan dalam sepakbola. Beberapa hari lalu saat sedang bersantai sambil menyeruput kopi yang ku seduh, aku tidak sengaja melihat di televisi pertandingan sepakbola yang panas antara Persija Jakarta melawan Persib Bandung. Kala itu Persija Jakarta menang 1-0 oleh Persib Bandung yang dalam pertandingan itu aku melihat wasit lebih memihak kepada Persija Jakarta, karena banyak sekali menurutku ketidakadilan yang diberikan oleh wasit seperti gol yang dianulir dan pemberian kartu merah yang semena-mena.
Ketika melihat tim kebanggaan warga Jakarta tersebut seketika aku teringat kepada Gubernur dan Wagub yang baru saja dilantik. Yaps, Anies Baswedan dan Sandiaga Uno. Sekarang dia menjadi penguasa. Dan, seorang penguasa harus berlaku sebagaimana layaknya penguasa. Dia harus mampu menerapkan kekuasaannya. Dia harus menaksir berbagai kekuatan yang akan dihadapinya—para pendukung dan penentangnya. Kepada penentangnya, apakah harus mengenyahkannya atau, jika terlalu kuat, harus merangkulnya. Tidak lupa pula dia harus memberikan ganjaran kepada pendukungnya. Pendeknya, dia harus berhadapan dengan aritmetika kekuasaan—membagi-bagi kue sesuai dengan kekuatan dan dukungan. Banyak orang tidak menyadari bahwa berkuasa itu berat.
Politisi itu harus lentur. Jika masuk kandang singa maka politisi mengaum, masuk kandang kambing mengembik. Politisi harus mampu merangkul seluas mungkin konstituen. Dalam kasus Anies Baswedan, dia memang mengaum dan mengembik. Namun sialnya macan dan kambing sama-sama tahu bahwa dia berubah di setiap kandang yang dimasukinya. Mereka semua juga tahu kalau dia berkokok di kandang ayam.
Pertanyaan terbesar untuk Anies adalah mampukah dia memerintah dengan kelenturan ala ‘kemana angin berhembus, ke sana dasi ku melambai?’ Mampukah dia mengakomodasi kepentingan dari segala macam kekuatan yang pernah mendukungnya?
Segera setelah menang, Anies membentuk apa yang dinamakan Tim Sinkronisasi. Ini adalah semacam tim transisi kekuasaan dari administrasi pemerintahan lama ke administrasi pemerintahannya. Satu hal yang baik adalah tim ini bekerja dengan diam dan berusaha untuk tidak menarik perhatian publik. Semua retorika dan janji-janji kampanye pun menguap. Tidak terdengar lagi, misalnya, cicilan rumah di Jakarta seharga Rp 350 juta dengan DP 0 rupiah.
Toh sesekali muncul juga hal-hal yang memancing kontroversi dari tim ini. Misalnya, dengan tiba-tiba muncul ide–yang konon kabarnya dari Tim Rekonsiliasi–bahwa pulau yang hasil reklamasi akan dijadikan pusat hiburan malam. Pemerintahan Anies-Sandi berjanji untuk menegakkan ‘rezim moral’ di Jakarta. Ide untuk membuat satu pusat hiburan malam kontan jadi lelucon. Bukankah Anies pernah menyatakan akan menutup hotel dan kelab malam Alexis karena diduga menjadi sarang prostitusi?
Anies tidak saja harus memenuhi janji-janji kampanyenya. Yang lebih penting lagi, menghapus ingatan publik Jakarta dan bahkan Indonesia akan kerja administrasi sebelumnya. Mau tidak mau, Anies akan dibanding-bandingkan. Sialnya, dalam hal ini pun ia tidak bisa lepas dari bayang-bayang Basuki Tjahaja Purnama yang dikalahkannya dalam Pilkada itu.
Pemilih Jakarta mungkin memilih berlawanan dengan kepentingan (self-interests) mereka. Namun, ketika mereka keluar dari bilik pemilihan, dan mereka kembali menghadapi kehidupan sehari-hari, mereka akan segera menuntut pelayanan-pelayanan publik yang sama seperti yang mereka nikmati sebelumnya. Warga Jakarta juga tidak ingin tergocek oleh pemerintahan zaman now. Karena, kampanye yang disampaikan bagaikan puisi yang membuat warga Jakarta terlena dengan retorikanya. Tinggal kita tunggu saja bagaimana pengejawantahan dari puisi yang ia buat.
Dapat disimpulkan bahwa hari ini tidak hanya olahraga sepak bola saja istilah gocek dipakai, melainkan dalam menjalankan roda-roda pemerintahanpun banyak terdapat gocekan-gocekan yang dijalankan oleh pemerintah. Dalih pemerataan pembangunan, keamanan negara, hingga pembangunan karakter diusung oleh pemerintah hanya untuk melanggengkan penindasan oleh pemodal. Maka dari itu mari kita like dan share agar kita dapat mendapatkan pahala, semakin banyak kamu share semakin banyak juga pahala yang kamu dapat. Jangan putus di kamu ya!
  
Sumber :


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Catur dan Investigasi Sosial A la Gondrong

Profilku