Postingan

Catur dan Investigasi Sosial A la Gondrong

Gambar
Beberapa waktu lalu aku dan si Gondrong sedang bermain catur di temani secangkir kopi dan sebungkus rokok Gudang Garam Surya 16. Sambil menyeruput kopi dan menghisap sebatang rokok terlintas dalam benakku tentang konsep permainan catur. Sambil menyeruput kopi Aku banyak bertanya pada si Gondrong, karena menurutku dia handal dalam bermain catur dan sedikit banyaknya paham konsepsi permainan catur. Banyak penjelasan-penjelasan si Gondrong menggunakan analogi yang diluar ekspetasiku. Dari mulai konsepsi pion hingga raja, dan dia dapat menerapkan konsepsi catur dalam konteks Negara. Disini akan coba aku jelaskan bagaimana investigasi si Gondrong. Pertama, Gondrong menganalogikan pion sebagai dirinya sendiri. Pion sebagai pertahanan pertama dalam permainan catur, tidak jarang pion di korbankan untuk menjaga pertahanan raja. Tidak jarang pula, ketika pion sudah sampai area lawan pion bisa menjelma menjadi apapun. Gondrong merasa sering di korbankan demi kepentingan sang penguasa

Refleksi Politik dalam Politik Lokal di Indonesia

Pemasaran saat ini tidak hanya berbicara mengenai promosi barang atau jasa saja. Pemasaran tidak hanya berbicara iklan, atau sekedar penjualan. Di sektor bisnis ilmu pemasaran sudah sedemikian pesat berkembang, dari mulai elaborasi filosofis dari konsep pemasaran dan organisasional sampai dengan penemuan teknik-teknik pemasaran terkini. Philip kotler on marketing mengatakan lebih penting melakukan sesuatu secara strategis daripada yang sesaat mendatangkan keuntungan. Konsep ini maksudnya bagaimana keuntungan jangka panjang yang akan kita peroleh ketika kita menyusun suatu perencanaan yang strategis terhadap barang atau jasa yang kita hasilkan. Tidak hanya sekedar menjual kemudian memperoleh keuntungan tetapi selain menjual dan memperoleh keuntungan, kita juga bisa mempertahankan konsumen. Pada dasarnya political marketing adalah strategi kampanye politik untuk membentuk serangkaian makna politis tertentu dalam pikiran para pemilih. Serangkain makna politis yang terbentuk dalam pikira

Gocekan A la Pemerintah Zaman Now

Gambar
Beberapa hari lalu aku menonton pertandingan sepakbola di televisi antara Mitra Kukar melawan Borneo FC. Dalam olahraga sepakbola tentunya kita sering mendengar istilah “Gocek” di setiap pertandingannya. Dalam pertandingan sore itu kala Borneo FC bertandang ke Kutai Kartanegara, dari total empat gol oleh Borneo FC, tanpa balas dari tuan rumah ada satu gol yang menurutku sangat luar biasa, karena gol itu tercipta dengan cara melewati pemain belakang dan menggocek kiper tim Mitra Kukar. Jika kita melihat kondisi hari ini, istilah “gocek” tidak hanya digunakan dalam sepakbola saja. Bahasa kids zaman now—anak zaman sekarang—pun sudah menggunakan istilah “gocek” dalam bahasa sehari-harinya. Tidak berbeda jauh pengertiannya dengan istilah gocek pada sepak bola, hanya saja jika dalam bahasa kids zaman now “gocek” memiliki arti kelebihan mengelabui lawan bicaranya. Selain olahraga sepakbola dan kids zaman now yang sering menggunakan istilah “gocek” dalam kesehariannya, hari inipun pemer

Profilku

Gambar
Salam, Perkenalkan, nama panjangku Lucky Bagus Sigit Susrendy, panjang ya? Emang! bisa dipanggil  Lucky, Bagus, Sigit ataupun Rendy , yang penting jangan panggil Sus, soalnya itu nama mamiku. Ganteng (kata mami), humoris, ceplas-ceplos, tidak terlalu bertanggung jawab. Pencium yang buruk, kurang romantis, namun teruji kesetiaannya. Kini sedang belajar di Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, sebagai mahasiswa Ilmu Pemerintahan di Fisip Untirta. Aku juga terlibat aktif dalam beberapa organisasi yaitu Untirta Movement Community, Badan Eksekutif Mahasiswa Fisip Untirta, dan Ikatan Mahasiswa dan Pelajar Bekasi. 21 tahun, lahir di Bekasi, keturunan Jawa. Anak seorang Aparatur Represif. Selalu diajarkan untuk disiplin tapi menolak untuk disiplin. Suka main Mobile Legend, suka main  Candy Crush Saga , tapi tidak suka main perempuan. Menjadi penulis yang baik dan dimuliakan oleh Tuhan YME itu gampang gampang susah. Aku suka membaca dan suka menulis. Bacaan yang aku su

ANTROPOKOSMIK: CORAK KAPITALISME DALAM LIRIK LAGU UJUNG ASPAL PONDOK GEDE

Manungsa iku bagéan saka alam. Kalimat ini pernah ku dengar dalam perbincangan keluargaku pada saat kumpul keluarga, yang artinya manusia adalah bagiam dari alam atau dalam bahasa akademik adalah antropokosmik. Pakdeku pernah berbicara bahwa manusia tidak dapat bertindak dan menggunakan segala yang ada di alam dengan seenaknya untuk kepentingan pribadi. Kalimat ini mengingatkanku pada beberapa artikel terkait kapitalisme yang pernah ku baca, bahwa kapitalisme menggunakan sarana produksi—tanah—untuk membangun prasarana–pabrik—yang  dibutuhkan untuk melakukan proses produksi dalam melakukan penghisapan manusia atas manusia, ini adalah bentuk tindakan eksploitasi alam yang seharusnya--kata pakdeku—tidak boleh manusia menggunakan segala yang ada di alam dengan seenaknya untuk kepentingan pribadi. Kondisi hari ini masih banyak pengusaha yang menggusur lahan produktif rakyat untuk kepentingan pribadinya, seperti lirik dalam lagu ujung aspal pondok gede yang akan coba aku gambarkan betap

Jomblo dan Kapitalisme

Beberapa hari yang lalu aku berdiskusi dengan kawanku, sebut saja Gondrong. Kita membahas seputar kapitalisme. Singkat cerita ada satu hal yang menarik dari bahasan si Gondrong. Gondrong menjelaskan bahwa kapitalisme itu mengatur kita dari bangun tidur sampai kita tidur kembali, dan Gondrong merasa bahwa ia menjomblo hari ini karena kapitalisme. Pendapat si Gondrong yang merasa bahwa ia jomblo karena kapitalisme ini menarik untuk dibahas, maka dari itu aku mencoba untuk membahas pendapat si Gondrong ini secara singkat. Banyak yang berpendapat bahwa jomblo ada hari ini dikarenakan konstruksi fisik (cantik/ganteng) para jomblo. Padahal tidak ada definisi cantik/ganteng sebenarnya. Nah, disinilah kapitalisme hadir melalui produk produk kecantikan. Ditambah konstruksi fisik yang digemborkan oleh media bahwa cantik dan ganteng itu kondisi fisiknya putih, mancung, tinggi, langsing. Kondisi ini seakan dipermanenkan oleh kapitalisme sebagai perempuan dan laki-laki ideal. Dengan ketidaksa