ANTROPOKOSMIK: CORAK KAPITALISME DALAM LIRIK LAGU UJUNG ASPAL PONDOK GEDE
Manungsa iku bagéan saka alam.
Kalimat
ini pernah ku dengar dalam perbincangan keluargaku pada saat kumpul keluarga,
yang artinya manusia adalah bagiam dari alam atau dalam bahasa akademik adalah
antropokosmik. Pakdeku pernah berbicara bahwa manusia tidak dapat bertindak dan
menggunakan segala yang ada di alam dengan seenaknya untuk kepentingan pribadi.
Kalimat ini mengingatkanku pada beberapa artikel terkait kapitalisme yang
pernah ku baca, bahwa kapitalisme menggunakan sarana produksi—tanah—untuk
membangun prasarana–pabrik—yang dibutuhkan
untuk melakukan proses produksi dalam melakukan penghisapan manusia atas
manusia, ini adalah bentuk tindakan eksploitasi alam yang seharusnya--kata
pakdeku—tidak boleh manusia menggunakan segala yang ada di alam dengan seenaknya
untuk kepentingan pribadi. Kondisi hari ini masih banyak pengusaha yang
menggusur lahan produktif rakyat untuk kepentingan pribadinya, seperti lirik
dalam lagu ujung aspal pondok gede yang akan coba aku gambarkan betapa jahatnya
kapitalisme di Indonesia ini.
Di kamar ini aku dilahirkan
Di bale bambu buah tangan bapakku
Di rumah ini aku dibesarkan
Dibelai mesra lentik jari ibuku
Nama dusunku ujung aspal pondok
gede
Rimbun dan anggun
Ramah senyum penghuni dusunku
Pada
dasarnya kebutuhan dasar manusia adalah makan, memiliki tempat tinggal–rumah. Untuk
memenuhi kebutuhan dasarnya manusia harus bekerja. dalam bait pertama lirik
lagu ujung aspal pondok gede menggambarkan bahwa dusun ujung aspal pondok gede
pada mulanya lingkungan yang sangat asri—masih banyak pohon yang rindang, tidak
ada gedung pencakar langit, polusi udara, apalagi limbah pabrik. subjek yang
digambarkan dalam lirik ini merasa sangat senang dengan kondisi dusun yang
sangat asri pada saat dia lahir.
Kambing sembilan motor tiga
Bapak punya
Ladang yang luas habis sudah sebagai
gantinya
Mulanya
bapak si subjek ini memiliki tanah yang lapang. ketika si bapak tidak dapat
mencukupi kebutuhan dasarnya lagi karena minimnya lapangan pekerjaan pada waktu
itu—kondisi pemerintah yang tidak dapat menekankan pada korporasi untuk membuka
seluas-luasnya lapangan pekerjaan untuk rakyat. Sehingga membuat bapak harus
menjual segala yang ia punya—hanya tanah yang lapang dalam bait ini—untuk
memenuhi kebutuhannya agar keluarganya dapat bertahan hidup.
Kondisi
pada saat itupun berdampak pada kondisi sosial hari ini, yang dimana sudah aku
jelaskan diatas—perselingkuhan antara pemerintah dan korporasi. Contoh konkrit
dampak dari kondisi pada saat itu adalah dikeluarkannya kebijakan PP No. 78
tahun 2015 tentang ketenagakerjaan yang tidak menyejahterakan pekerja. Dari
pengupahan yang tidak layak hingga sistem kerja kontrak yang dimana ini sangat
merugikan pekerja.
Sampai saat tanah moyangku
Tersentuh sebuah rencana
Dari serakahnya kota
Terlihat murung wajah pribumi
Terdengar langkah hewan bernyanyi
Bait
ini menggambarkan kejahatan pemodal dan negara. ketika pemodal ingin masuk
dalam wilayah dusun atas nama negara dengan dalih kepentingan negara,
mengakibatkan rakyat ujung aspal harus meninggalkan dusunnya demi kepentingan
negara katanya. seketika banyak rakyat yang kecewa dengan yang katanya
kepentingan negara yang mengharuskan mereka untuk angkat kaki dari dusun
tercinta yang asri itu. tidak hanya rakyat, banyak hewan hewan yang menjerit
karena dusun yang mulanya asri sebentar lagi berubah menjadi bangunan-bangunan
yang menjulang tinggi.
Di depan masjid
Samping rumah wakil pak lurah
Tempat dulu kami bermain
Mengisi cerahnya hari
Negara
yang seharusnya menjadi pelayan rakyat, tetapi nyatanya jauh dari kata
melayani. Jurgen Habermas pernah berkata bahwa Negara harus memberikan wadah
untuk rakyatnya dalam berkspresi, berpendapat, hingga ruang-ruang untuk bermain
anak tapi nyatanya tidak seindah kalimat yang diungkapkan jurgen habermas
tersebut. ruang-ruang demokrasi dipersempit guna melanggengkan kekuasaannya,
bahkan demi kepentingan pemodal semata.
Namun sebentar lagi
Angkuh tembok pabrik berdiri
Satu persatu sahabat pergi
Dan tak kan pernah kembali
Ketika
pemodal masuk ke wilayah dusun, rakyat harus meninggalkan tanahnya untuk si
pemodal melalui kebijakan yang dibuat oleh negara. Bahkan tidak menutup
kemungkinan untuk negara menggerakkan aparatur represif—militer—untuk
menertibkan rakyat yang menolak dusun tercintanya dijadikan prasarana untuk
pemodal yang akan merusak ekosistem yang ada di dusun. Akibatnya rakyat dusun
kehilangan tempat tinggal yang itu adalah kebutuhan dasar manusia. Negara hadir
bukan untuk melindungi rakyatnya tetapi malah menjadi kepentigan pemodal yang
melakukan penghisapan manusia atas manusia.
Jika
aku mencoba melihat kondisi hari ini, tidak jauh beda dengan kondisi pada bait
ini. pemerintah hari ini tidak melihat kebutuhan rakyatnya. Aku melihatnya dari
APBN 2017 dan RAPBN 2018 yang terfokus pada dua kementerian saja yaitu
kementerian PUPR dan Kementerian Pertahanan. Kementerian PUPR yang terfokus
kepada pembangunan infrastruktur saja ini akan mengakibatkan penggusuran lahan
produktif rakyat. Padahal jika kita kaji secara kritis yang diuntungkan dalam
pembangunan infrastruktur ini adalah pemodal, karena pembangunan ini dapat terlaksanakan
itu atas peminjaman modal Indonesia kepada pihak asing dengan segala syarat
yang menguntungkan pihak asing, seperti contohnya investasi pemodal tersebut
dibuka seluas-luasnya di Indonesia. Kemudian Kementerian Pertahanan yang
sebenarnya saat ini rakyat tidak membutuhkannya, karena Indonesia hari ini
tidak sedang berperang. Tetapi sebenarnya kementerian ini menjadi penunjang
bagi kementerian PUPR, dilihat dari kebijakan yang baru saja disahkan oleh DPR
terkait undang-undang organisasi masyarakat. Segala bentuk organisasi yang
tidak sesuai dengan kehendak pemerintah dapat dibubarkan tanpa melalui proses
pengadilan. Seperti misalnya organisasi petani yang lahan produktifnya dirampas
oleh negara melakukan unjuk rasa kepada pemerintah, seketika mereka bisa
dibubarkan dengan cara apapun karena dianggap mengganggu ketertiban dan
keamanan negara. Jika seperti ini dimana letak demokrasi di Indonesia? Ini
membuktikan bahwasanya Negara hari ini sedang tidak baik-baik saja.
Oleh
karena itu, apa yang dikatakan pakdeku benar bahwa antropokosmik—manusia
sebagai bagian dari alam—harus dikedepankan. Manusia tidak dapat bertindak dan
menggunakan segala yang ada di alam dengan seenaknya untuk kepentingan pribadi.
Pengetahuan tidak seharusnya digunakan untuk memanipulasi alam, melainkan untuk
memahami alam dan manusia itu sendiri, sehingga manusia dapat memenuhi
kesempurnaan kemanusiaannya.
sumber:
1.https://www.azlyrics.com/lyrics/iwanfals/ujungaspalpondokgede.html
2.
Bangunan Pondok Gede Lenyap - Kompas.com
edukasi.kompas.com
› News › Lansir
3.
Pengantar Ekonomi-Marxis
4.
Althusser, Louis. Ideologi dan Aparatus Ideologi Negara. Indoprogress.
Yogyakarta.
Komentar
Posting Komentar